Oleh : Dzikri Muhammad
Gue baru aja nonton Film The Theory of Everything, dirilis tahun 2014. Film itu menceritakan tentang perjalanan hidup Stephen
Hawking, ilmuan fisika terkenal dari Inggris. Sebelum nonton film itu, gue
mulai nyiapin otak setajam mungkin, karena pasti dalam film itu akan banyak hal
yang bikin otak gue harus berpikir keras. Tapi ternyata gak begitu, emosi gue
malah meledak-ledak dalam kisah cinta Hawking dan Jane, apalagi ketika Jane
selingkuh dengan seorang musikus gereja.
Dalam benak gue ketika denger nama Stephen
Hawking, dia adalah seorang atheis, gak percaya Tuhan. Eyang Habibie, dalam
salah satu kuliahnya yang gue tonton di Youtube, juga pernah bilang kalau dia
itu adalah saintis yang sombong karena gak percaya adanya Tuhan. Tapi setelah
nonton film itu, pandangan gue agak sedikit berubah. Literally mungkin
banyak statement dia yang condong ke pemahaman atheis. Tapi justru dibalik
semua itu ia yakin akan adanya Tuhan, dia hanya pengen tau dengan detail
bagaimana Tuhan bisa menciptakan alam semesta ini dari nol dengan logika murni,
sebab seorang fisikawan harus bisa menjelaskan dengan logika dan rumus-rumus
yang berlaku, bukan hanya percaya begitu aja kepada kitab suci dan teks-teks
agama.
Ada suatu perkataan Stephen Hawking
yang berbunyi, “Kalau kita bisa membuktikan adanya alam semesta ini dengan
sains dan akal, apakah Tuhan masih dibutuhkan?” Ini juga gak bisa kita artikan
secara tekstual. Beberapa ahli fisika menafsirkan bahwa perkataan ini hanyalah
sebuah ungkapan Stephen Hawking bahwa sebagai manusia kita harus memakai akal
kita dengan sebaik mungkin. Terkadang, tumpulnya akal manusia itu karena mereka
terlalu menyandarkan segala sesuatu kepada agama, kepada Tuhan.
Dalam kisah cinta Stephen Hawking,
ada beberapa yang bisa gue ambil sebagai pelajaran. Misalnya tentang laki-laki
bernama Jonathan, musikus gereja yang merebut Jane dari Hawking. Jonathan
dikenal dengan pemuda saleh, lemah lembut, care, dan punya sejuta pesona
lainnya. Laki-laki yang taat beragama memang terlihat sangat sempurna —Sama
seperti ustad-ustad muda yang saat ini lagi ngetrend di media social dan
youtube. Apalagi kalau mereka punya wajah yang ganteng dan badan yang tegap— mereka
adalah cobaan bagi ibu-ibu muda yang stres mikirin suaminya yang gak becus
mimpin keluarga, penghasilan minim, kasar, dan segala kekurangan lainnya. Kalau
tokoh-tokoh muda agama gak bisa nahan hawa nafsu, seketika dia bisa jadi seorang bangsat
yang menghancurkan rumah tangga orang. Dengan segala kesempurnaannya,
orang-orang semacam itu mudah banget untuk gaet cewek. Apalagi kalau masih
jomblo contohnya seperti Jonathan tadi.
Runtuhnya mahligai rumah tangga
Hawking dengan Jane sendiri sebenarnya menurut gue adalah hal yang lumrah.
Keluarga Hawking ketika itu memang lagi banyak dihimpit masalah. Seperti
masalah ekonomi dan kondisi Hawking yang semakin lama semakin gak berdaya
karena penyakitnya. Gue rasa sebagai seorang Istri, Jane juga butuh nafkah
lahir dan batin, apalagi dia punya dua anak yang harus diberi makan. Ketika
Hawking sakit, Jane memutuskan untuk mencari kerja, diterimalah ia menjadi
anggota paduan suara di gereja yang dipimpin oleh Jonathan. Jane sering banget
curhat kepada Jonathan tentang semua masalah keluarganya, Jonathan pun simpati
kepada Jane dan banyak membantunya
Makin
lama, Jane dan Jonathan makin sering berkomunikasi sampai akhirnya mereka
saling mencintai, Jane dan anak-anaknya mendapatkan dukungan materiil sekaligus kasih sayang
darinya. Sementara Hawking, untuk bergerak dan berkomunikasi saja sulit,
apalagi untuk memberikan nafkah dan sekedar belaian mesra kepada Jane. Ya
meskipun seharusnya, Jonathan yang notabenenya adalah representasi dari kesucian
gereja, gak boleh begitu dong. Karena nanti akan banyak orang yang benci sama agama gara-gara
kelakuan belangsak dia. Agama dibenci bukan karena ajarannya, tapi karena siapa
yang membawa. Sampai disini, gue kadang berpikir, apakah antipati seorang Hawking kepada agama itu karena sakit hatinya yang mendalam atas kelakuan Jonathan?
Dalam Islam sendiri sebenarnya kasus-kasus seperti ini banyak. Dari yang paling rendah sampai yang paling gila. Contoh kasus paling rendahnya, Ibu-ibu yang minta DKM untuk datengin ustad-ustad muda dan ganteng. Itu terjadi di rumah gue. Yang paling gilanya, seorang istri yang tega ninggalin suaminya hanya karena ingin nikah sama ustad yang kebetulan sepaham. Tokoh Agama memang terlihat suci, nice guy, enak dilihat, bersih, semua wanita pasti nyaman di dekatnya. Tapi gue juga gak menafikan, banyak dari mereka yang gak sadar bahwa sebenarnya itu adalah topeng yang membuat dia seakan punya legitimasi untuk membenarkan semua kelakuannya, bahkan untuk melanggar hukum yang sudah ditetapkan Tuhan.
Komentar
Posting Komentar